Minggu, 27 Juni 2010

INDONESIAN CULTURE PART 1

Candi Borobudur


Sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan +/- 55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi.

Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.

Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.



Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan jawa ke Jawa Timur, praktis borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohon-pohon kecil mulai bertumbuhan menjadikan borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekat.

Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur.



Pemerintah Belanda yang mulai berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, pemerintah Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan bagian borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkon memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan patung-patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok, Thailand..

Pada tahun 1907 sampai 1911 borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur belanda yang berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib borobudur. Biaya yang sangat besar telah tersedia, borobudur yang hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batu-batu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan. Percobaan menyusun rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat dibangun.




Hasil kerja Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu menimpa borobudur, menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi mulai miring, renggang dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973 pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap candi borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa dinikmati hingga sekarang.
(dirangkum dari buku Candi Borobudur oleh Aiaz Rajasa, yang banyak dijual saat mengunjungi lokasi candi)
.................................................
Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.

Senin, 09 Maret 2009

SEJARAH JARANAN


Kesenian tradisional jaran kepang (kuda kepang, red) memang susah kalau bersaing dengan kesenian yang lebih modern. Hanya kecintaan para senimannya yang membuat mereka bertahan dengan kesenian yang hidup dan berlangsung secara turun-temurun tersebut. Meski kini sudah hampir tidak pernah ada yang nanggap, para senimannya tetap ingin menurunkan kesenian itu pada anak cucunya. Para seniman ingin tetap hidup dari sini, meski dia harus mengamen.

arian Tradisional Jawa ini cukup tenar. Sesuai namanya, Jaran Kepang artinya kuda-kudaan dari kepangan bambu. Belakangan kulit kambing dan kulit sapi juga dijalin untuk membuat jaran kepang. Dalam pertunjukkan ini penari bakal terus menunggang kuda tersebut dan bertingkah seolah-olah si jaran kepang hidup. Awalnya semua menari teratur dan bergoyang seperti kuda mengikuti ritme musik. Setelah beberapa saat, mendadak penari kesurupan dan mulai seperti kerasukan kuda. Mereka berlari, melompat, dan berperilaku sama dengan kuda.

Ada yang cukup kalem, tapi kebanyakan jadi liar. Mereka meminum banyak air, menelan daun pisang, kembang, dan gabah, layaknya kuda sungguhan.

Jaran Kepang biasa diiringi para pemain gamelan. Selain itu, ada pula gambuh, semacam sosok yang memiliki daya mistis yang mengambil peran sebagai dalang pertunjukkan dan bertanggung jawab terhadap kesurupan. Sebelum pertunjukkan mulai, gambuh dan pengiringnya khusyuk dalam doa serta menggelar sederet upacara.

Lengkap dengan dupa (kemenyan yang dicampur minyak wangi tertentu kemudian dibakar), buceng (berisi ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja), kembang boreh (berisi kembangkantil dan kembang kenanga) ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat), serta kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau, dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diaduk dengan tembakau). Begitu gambuh memberikan isyarat tertentu, dalam sekejap semua penari kesurupan. Dialah yang akan memberikan instruksi pada kelompok penari dan juga penonton.

Di akhir pertunjukkan, dia juga yang melepaskan para penari dari kesurupannya. Menurut sejarah, tarian ini diangkat dari cerita rakyat Kediri, tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Amiseno dari Kerajaan Ngurawan



SEJARAH JARANAN
Menurut sejarah, asal muasal seni jaranan atau jaran kepang diangkat dari dongeng rakyat tradisional Kediri tepatnya pada Pemerintahan Prabu Amiseno yaitu Kerajaan Ngurawan, salah satu kerajaan yang terletak di Kediri sebelah timur Sungai Brantas. Konon sang Prabu berputera seorang putrid yang sangat cantik nan rupawan tiada banding yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata yang diberi nama Dyah Ayu Songgolangit. Tidak mengherankan kalau kecantikan Songgolangit tersohor di seantero jagad sehingga banyak raja dari luar daerah Kediri yang ingin mempersuntingnya.


Sonngolangit mempunyai adik laki-laki yang berparas tampan, terampil dan trengginas dalam olah keprajuritasn, bernama Raden Tubagus Putut. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan Raden Tubagus Putut mohon pamit pada ayahandanya untuk berkelana dan menyamar sebagai masyarakat biasa. Sementara itu di Kerajaan Bantar Angin yang dipimpin oelh Prabu Kelono Sewandono, Raden Tubagus Putut berminat mengabdi/Suwito. Berkat kemampuannya dalam olah keprajuritan ia diangkat menjadi patih kerajaan dan diberi gelar Patih Pujonggo Anom. Prabu Kelono Sewandono mendengar kecantikan Dyah Ayu Songgo Langit dan ingin meminangnya, maka diutuslah Patih Pujonggo Anom untuk melamar ke Kediri. Sebelum berangkat ke Kediri Pujonggo Anom memohon petunjuk kepada Sang Dewata agar dirinya tidak diketahui oleh ayahandanya maupun kakaknya.


Di kerajaan Ngurawan banyak berdatangan para pelamar diantaranya Prabu Singo Barong dari Lodoyo yang didampingi patihnya Prabu Singokumbang. Kedatangan Pujonggo Anom untuk melamar membuat terkejut Songgolangit, karena meskipun Pujonggoanom memakai topeng, ia mengetahui bahwa itu adiknya sendiri. Songgolangit menghadap ayahandanya menyampaikan bahwa Pujonggo Anom itu putranya sendiri. Mendengar penuturan itu maka murkalah sang ayah. Kemudian sang Prabu mengutuk Pujonggo Anom bahwa topeng yang dikenakan pada wajahnya tidak bisa dilepas dari wajahnya. Pujonggo Anom mengatakan pada Songgolangit bahwa lamarannya itu sebetulnya untuk rajanya yaitu Prabu Kelono Sewandono. Akhirnya Songgolangit mengeluarkan suatu Patembaya (sayembara) yang isinya: Dia menginginkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah; Barang siapa dapat membuat tontonan yang belum ada di jagad ini, dan bilamana digelar dapat meramaikan jagad; serta Pengarak manten menuju ke Kediri harus �nglandak sahandape bantala� (lewat bawah tanah) dengan diiringi tetabuhan. Barang siapa yang bisa memenuhi permintaan tersebut maka si pencipta berhak mempersunting Dewi Songgolangit sebagai permaisuri.
Pujonggo Anom melaporkan permintaan Songgolangit kepada Prabu Kelono Sewandono. Karena merasa cukup sulit, akhirnya keduanya bersemedi memohon petunjuk Sang Dewata Agung. Dewata memberikan bahan berupa bantang bamboo, lempengan besi serta sebuah cambuk yang disebut Pecut Samandiman. Adapun batang bamboo digunakan untuk membuat kuda kepang yang melambangkan sebuah titian yang tidak berpijak pada tanah, lempengan besi dijadikan bahan tetabuhan yang enak didengar. Dalam waktu singkat Kelono Sewandono beserta Pujonggo Anom sudah bisa memenuhi patembaya Dewi Songgolangit.
Akhirnya pasukan prajurit penunggang kuda dari Bantar Angin menuju Kerajaan Kediri dengan diiringi tetabuhan bisa menjadi tontonan yang belum pernah dilihat oelh masyarakat Kediri. Maka mulailah kesenian itu diberi nama Tari Jaran Kepang yang terdiri dari empat orang sebagai penari yang menggambarkan punggawa kerajaan ang sedang menunggang kuda dalam tugas mengawal raja. Tarian tersebut diiringi oleh satu unit musik gamelan jawa berupa ketuk, kenong, kempol, gong suwukan, terompet, kendang dan angklung. Di lain pihak Prabu Singo Barong merasa kedahuluan oleh Prabu Kelono Sewandono, maka marahlah Singo Barong dan terjadilah perang. Kelono Sewandono unggul dalam peperangan berkat pecut Samandiman. Singo Barong pasrah kepada Kelono Sewandono dan sanggup menjadi pelengkap dalam pertunjukkan jaranan yang digelar di Kerajaan Kediri, karena pada dasarnya mereka sangat menyukai musik gamelan. Dengan bergabungnya Singo Barong dan patihnya Singo Kumbang (celeng) maka genaplah penari jaranan berjumlah enam orang hingga sekarang ini.
Selain seperangkat gamelan, pagelaran jaranan juga membutuhkan sesaji yang harus disediakan dari sang dalang jaranan yang lazim disebut �Gambuh� antara lain: Dupa (kemenyan yang dicampur dengan minyak wangi tertentu kemudian dibakar), Buceng (berisi ayam panggang jantan dan beberapa jajan pasar, satu buah kelapa dan satu sisir pisang raja), Kembang Boreh (berisi kembang kanthil dan kembang kenongo), Ulung-ulung (berupa seekor ayam jantan yang sehat), Kinangan (berupa satu unit gambir, suruh, tembakau dan kapur yang dilumatkan menjadi satu lalu diadu dengan tembakau). Selanjutnya sang gambuh dengan mulut komat-kamit membaca mantera sambil duduk bersila di depan sesaji mencoba untuk berkomunikasi dengan roh leluhur dan meminta agar menyusup ke raga salah satu penari jaranan. Setelah roh yang dikehendaki oleh Sang gambuh itu hadir dan menyusup ke raga salah satu penari maka penari yang telah disusupi raganya oleh roh tersebut bisa menari dibawah sadar hingga berjam-jam lamanya karena mengikuti kehendak roh yang menyusup di dalam raganya. Sambil menari, jaranan diberi makan kembang dan minum air dicampur dengan bekatul bahkan ada yang lazim makan pecahan kaca semprong.
Di Kediri kesenian Jaranan sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu penting, acara peresmian maupun pesta-pesta keluarga, terlebih untuk acara yang berlangsung pada bulan Suro




Selasa, 06 Januari 2009

kerapan Sapi

Madura selain terkenal dengan logat bahasa dan garang orang-orangnya dibalik itu ada yang paling membanggakan yaitu sebuah kebudayaan yang masih lestari.
Salah Satu Kebudayaan Yang masih lestari dijawa timur yaitu adalah Kerapan sapi, merupakan kebudayaan khas dari Madura,masyarakat Madura melestarikan kebudayaan dari leluhur mereka yang merupakan salah satu kebudayaan yang terkenal hingga kemanca Negara.Kerapan sapi atau pacuan sapi sebuah atraksi masyarakat Madura yang masih lestari sampai pada saat ini.Masyarakat Madura menggelar atraksi kerapan sapi pada saat acara – acara besar ,untuk menggelar acara tersebut dibutuhkan biaya yang besar dan sebuah lapangan yang luas guna sebagai arena sapi untuk tempat berpacu sapi – sapi ,biasanya acara ini digelar disebuah lahan kosong yang luas diberi pembatas dari anyaman bamboo yang dibuat menyerupai sebuah arena.Sapi yang diatraksikan bukanlah sekadar sapi biasa melainlkan sapi yang benar-benar kuat dan telah melalui uji,Panitia pelaksana dari acara kerapan sapi mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam acara tersebut untuk mengisi ,tentu saja bagi mereka yang memiliki sapi yang telah dipersyaratkan,bagi yang mengikuti acara tersebut terutama yang sapinya memenangkan kompetisi akan mendapatkan sebuah hadiah yang lumayan besar.Sapi yang mengikuti kompetisi diberi jamu oleh pemiliknya agar kuat berlari,berbagai macam ramuan yang diberikan agar sapi tidak lemas.Acara kerapan sapi juga tidak luput dimanfaatkan sebagai ajang judi oleh sebagian orang ,mereka tidak tanggung – tanggung untuk menyisihkan uangnya untuk berjudi,kalau sudah begini acara akan makin semarak dan panas.Bagi penjudi saling menjagokan sapi mana yang dianggapnya larinya paling kencang.
PelaksanaanKerapan
Sebelum kerapan dimulai semua sapi-kerap diarak memasuki lapangan, berparade agar dikenal. Kesempatan ini selain digunakan untuk melemaskan otot-otot sapi karena sudah ditambatkan, juga merupakan arena pamer akan keindahan pakaian/hiasan sapi-sapi yang akan berlomba. Sapi-sapi itu diberi pakaian berwarna-warni dan gantungan-gantungan genta di leher sapi berbunyi berdencing-dencing. Setelah parade selesai, pakaian hias mulai dibuka. Hanya pakaian yang tidak mengganggu gerak tubuh sapi saja yang masih dibiarkan melekat.
Maka dimulailah babak penyisihan, yaitu dengan menentukan klasemen peserta, peserta biasanya pada babak ini hanya terpacu sekedar untuk menentukan apakah sapinya akan dimasukkan “papan atas” atau “papan bawah”. Hal ini hanyalah merupakan taktik bertanding antarpelatih untuk mengatur strategi.
Selanjutnya dimulailah ronde penyisihan pertama, kedua, ketiga dan keempat atau babak final. Dalam ronde-ronde ini pertandingan memakai sistem gugur. Sapi-sapi kerap yang sudah dinyatakan kalah tidak berhak lagi ikut pertandingan babak selanjutnya.
Dalam mengatur taktik dan strategi bertanding ini masing-masing tim menggunakan tenaga-tenaga trampil untuk mempersiapkan sapi-sapi mereka. Orang-orang itu dikenal dengan sebutan: (1) tukang tongko, joki yang mengendalikan sapi pacuan; (2) tukang tambeng, orang yang menahan kekang sapi sebelum dilepas; (3) tukang gettak, orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba sapi itu melesat bagaikan abak panah ke depan; (4) Tukang tonja, orang yang bertugas menarik dan menuntut sapi agar patuh pada kemauan pelatihnya; (5) tukang gubra, anggota rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapinya dari tepi lapangan. Mereka tidak boleh memasuki lapangan dan hanya sebagai suporter.
Demikian sekilas tentang kerapan sapi di Madura yang sudah merupakan acara hiburan tradisi yang masih lestari sebagai konsumsi wisatawan, tetapi juga telah membawa akibat positif bagi masyarakat Madura di bidang ekonomi, kreatifitas budaya dan sekaligus juga telah melestarikan penghargaan masyarakat terhadap warisan budaya nenek moyang.
Tak banyak yang tahu, kapan karapan sapi lahir di bumi Madura. Tapi menurut Ali Mulyono, staf Badan Koordinasi Wilayah IV Pamekasan, karapan sapi konon sudah ada sejak tahun 1293. Saat itu, seorang bangsawan bernama Pengeran Ketandur mengenalkan cara mengolah tanah dengan cara bajak sawah dengan sapi.

Cara ini dinilai efektif mengubah tanah tandus jadi lahan yang subur. Bisa ditebak, masyarakat desa pun mulai mengikuti jejak Ketandur. Dari kebiasaan ini, lahir gagasan pesta rakyat sekaligus jalan untuk menyenangkan sapi. "Sejak saat itu mulai lahir karapan sapi. Tapi catatan lain menyebut, karapan mulai muncul pada abad 15," papar Ali yang sempat punya rencana untuk membuat buku tentang karapan sapi ini.

Ditambahkan, karapan sapi intinya digelar sebagai pesta rakyat selepas panen tembakau. Selain diadakan di Madura, karapan ini wajib melibatkan sapi Madura, yang kata Ali memiliki darah sapi Bali dan banteng. Biasanya, penggemar karapan mulai memilah sapi karapan sejak sapi berusia 3 atau 4 bulan. Di usia itu, sapi yang layak atau tidak layak ikut karapan mulai nampak. Dijelaskan Ali, sapi yang layak biasanya memiliki garis di punggung, telinga yang agak ke belakang, kening dan moncong yang membentuk huruf V dan punya unyeng-unyeng di kepala.

Madura selain terkenal dengan logat bahasa dan garang orang-orangnya dibalik itu ada yang paling membanggakan yaitu sebuah kebudayaan yang masih lestari.
Salah Satu Kebudayaan Yang masih lestari dijawa timur yaitu adalah Kerapan sapi, merupakan kebudayaan khas dari Madura,masyarakat Madura melestarikan kebudayaan dari leluhur mereka yang merupakan salah satu kebudayaan yang terkenal hingga kemanca Negara.Kerapan sapi atau pacuan sapi sebuah atraksi masyarakat Madura yang masih lestari sampai pada saat ini.Masyarakat Madura menggelar atraksi kerapan sapi pada saat acara – acara besar ,untuk menggelar acara tersebut dibutuhkan biaya yang besar dan sebuah lapangan yang luas guna sebagai arena sapi untuk tempat berpacu sapi – sapi ,biasanya acara ini digelar disebuah lahan kosong yang luas diberi pembatas dari anyaman bamboo yang dibuat menyerupai sebuah arena.Sapi yang diatraksikan bukanlah sekadar sapi biasa melainlkan sapi yang benar-benar kuat dan telah melalui uji,Panitia pelaksana dari acara kerapan sapi mengundang berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam acara tersebut untuk mengisi ,tentu saja bagi mereka yang memiliki sapi yang telah dipersyaratkan,bagi yang mengikuti acara tersebut terutama yang sapinya memenangkan kompetisi akan mendapatkan sebuah hadiah yang lumayan besar.Sapi yang mengikuti kompetisi diberi jamu oleh pemiliknya agar kuat berlari,berbagai macam ramuan yang diberikan agar sapi tidak lemas.Acara kerapan sapi juga tidak luput dimanfaatkan sebagai ajang judi oleh sebagian orang ,mereka tidak tanggung – tanggung untuk menyisihkan uangnya untuk berjudi,kalau sudah begini acara akan makin semarak dan panas.Bagi penjudi saling menjagokan sapi mana yang dianggapnya larinya paling kencang.
PelaksanaanKerapan
Sebelum kerapan dimulai semua sapi-kerap diarak memasuki lapangan, berparade agar dikenal. Kesempatan ini selain digunakan untuk melemaskan otot-otot sapi karena sudah ditambatkan, juga merupakan arena pamer akan keindahan pakaian/hiasan sapi-sapi yang akan berlomba. Sapi-sapi itu diberi pakaian berwarna-warni dan gantungan-gantungan genta di leher sapi berbunyi berdencing-dencing. Setelah parade selesai, pakaian hias mulai dibuka. Hanya pakaian yang tidak mengganggu gerak tubuh sapi saja yang masih dibiarkan melekat.
Maka dimulailah babak penyisihan, yaitu dengan menentukan klasemen peserta, peserta biasanya pada babak ini hanya terpacu sekedar untuk menentukan apakah sapinya akan dimasukkan “papan atas” atau “papan bawah”. Hal ini hanyalah merupakan taktik bertanding antarpelatih untuk mengatur strategi.
Selanjutnya dimulailah ronde penyisihan pertama, kedua, ketiga dan keempat atau babak final. Dalam ronde-ronde ini pertandingan memakai sistem gugur. Sapi-sapi kerap yang sudah dinyatakan kalah tidak berhak lagi ikut pertandingan babak selanjutnya.
Dalam mengatur taktik dan strategi bertanding ini masing-masing tim menggunakan tenaga-tenaga trampil untuk mempersiapkan sapi-sapi mereka. Orang-orang itu dikenal dengan sebutan: (1) tukang tongko, joki yang mengendalikan sapi pacuan; (2) tukang tambeng, orang yang menahan kekang sapi sebelum dilepas; (3) tukang gettak, orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba sapi itu melesat bagaikan abak panah ke depan; (4) Tukang tonja, orang yang bertugas menarik dan menuntut sapi agar patuh pada kemauan pelatihnya; (5) tukang gubra, anggota rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapinya dari tepi lapangan. Mereka tidak boleh memasuki lapangan dan hanya sebagai suporter.
Demikian sekilas tentang kerapan sapi di Madura yang sudah merupakan acara hiburan tradisi yang masih lestari sebagai konsumsi wisatawan, tetapi juga telah membawa akibat positif bagi masyarakat Madura di bidang ekonomi, kreatifitas budaya dan sekaligus juga telah melestarikan penghargaan masyarakat terhadap warisan budaya nenek moyang.
Tak banyak yang tahu, kapan karapan sapi lahir di bumi Madura. Tapi menurut Ali Mulyono, staf Badan Koordinasi Wilayah IV Pamekasan, karapan sapi konon sudah ada sejak tahun 1293. Saat itu, seorang bangsawan bernama Pengeran Ketandur mengenalkan cara mengolah tanah dengan cara bajak sawah dengan sapi.

Cara ini dinilai efektif mengubah tanah tandus jadi lahan yang subur. Bisa ditebak, masyarakat desa pun mulai mengikuti jejak Ketandur. Dari kebiasaan ini, lahir gagasan pesta rakyat sekaligus jalan untuk menyenangkan sapi. "Sejak saat itu mulai lahir karapan sapi. Tapi catatan lain menyebut, karapan mulai muncul pada abad 15," papar Ali yang sempat punya rencana untuk membuat buku tentang karapan sapi ini.

Ditambahkan, karapan sapi intinya digelar sebagai pesta rakyat selepas panen tembakau. Selain diadakan di Madura, karapan ini wajib melibatkan sapi Madura, yang kata Ali memiliki darah sapi Bali dan banteng. Biasanya, penggemar karapan mulai memilah sapi karapan sejak sapi berusia 3 atau 4 bulan. Di usia itu, sapi yang layak atau tidak layak ikut karapan mulai nampak. Dijelaskan Ali, sapi yang layak biasanya memiliki garis di punggung, telinga yang agak ke belakang, kening dan moncong yang membentuk huruf V dan punya unyeng-unyeng di kepala.

Reog Ponorogo


Reog ponorogo kesenian asli jawa timur khususnya ponorogo sebagai asal kota reog yang sesungguhnya,Ponorogo masih kental dengan unsure mgicnya ini dapat dibuktikan dengan beberapa ilmu magic yang dapat kita menjadi bertanya-tanya,bahkan kagum,Ilmu kebatinan dan Religi masih menyatu pada tubuh orang ponorogo.Orang ponorogo sampai sekarang masih menjaga dan merawat warisan leluhur terdahulunya yaitu reog. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

Reog Ponorogo sangat mengagumkan,kesenian dengan kekuatan gaib sebagai unsure utamanya dapat manarik perhatian banyak orang,saya ingat waktu masih kecil,ketika itu ada sebuah acara kampanye yang diadakan oleh salah satu partai ,kebetulan mendatangkan kesenian reog,namanya anak-anak aku tidak mengerti dengan apa yang dimaksud reog,aku digendong oleh ayahku,menyaksikan keperkasaan seorang penari menggigit topeng reog yang sebelumnya sudah dirasuki oleh makhluk gaib,bayangkan saja topeng berukuran besar dan berat kira-kira 60 kg hanya diangkat menggunakan gigitan saja,wow…itu menakjubkan ,sebelumnya acara tarian reog dimulai, pemain music memainkan musiknya iramanya tradisional sekali kental dengan budaya Indonesia ,alat musicnya terdiri dari satu set lengkap gong,trumpet,dan masih banyak aku belum hafal betul namanya,sesorang melakukkan ritual mendatangkan mahluk halus yang kemudian merasuki sang penari sehingga penari tidak sadarkan diri,tanpa disadari dia menari dan mulai mengangkat topeng reog berwajah singa dan dihiasi bulu merak,penari menari-nari dan berjungkir balik,mengibas-ngibaskan reog,disamping itu ada anak reog ,yang satu ini biasa disebut warog,penari hanya memakai topeng kecil berwarna merah dan berhidung panjang berambut gondrong,dia melompat-lompat dan bersalto diantara penari cewek.mitos menyebutkan bahwa katanya jika kita menonton reog kita dilarang membunyikan seruling karena katanya sih,penari yang kerasukan makhluk halus akan menjadi marah dan akan mengejar seseorang yang membunyikan seruling tersebut,tapi saat itu aku masih kecil aku tidak tahu apakah itu banar atau tidak.Sekarang jarang sekali aku melihat kesenian ini jika tidak ada acara yang besar dan megah.Kebudayaan Indonesia yang satu ini merupakan kekayaan yang sangat berharga sekali,dan perlu dilestarikan.

Reog ponorogo biasanya dipertunjukkan pada suatu acara yang besar seperti peringatan hari-hari besar nasional dan kemerdekaan bangsa Indonesia.Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu. Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.